Thursday, 28 June 2007

Pesan Sang Ayah


Pesan Sang Ayah


Dahulu kala ada 2 orang kakak beradik. Ketika ayahnya meninggal sebelumnya berpesan dua hal: pertama jangan menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadamu, dan kedua, jika mereka pergi dari rumah ke toko jangan sampai mukanya terkena sinar matahari.


Waktu berjalan terus. Dan kenyataan terjadi, bahwa beberapa tahun setelah ayahnya meninggal anak yang sulung bertambah kaya sedang yang bungsu menjadi semakin miskin.

Ibunya yang masih hidup menanyakan hal itu kepada mereka. Jawab anak yang bungsu : Inilah karena saya mengikuti pesan ayah. Ayah berpesan bahwa saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadaku, dan sebagai akibatnya modalku susut karena orang yang berhutang kepadaku tidak membayar sementara aku tidak boleh menagih. Juga ayah berpesan supaya kalau saya pergi atau pulang dari rumah ke toko dan sebaliknya tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya saya harus naik becak atau andong. Sebetulnya dengan jalan kaki saja cukup, tetapi karena pesan ayah demikian maka akibatnya pengeluaranku bertambah banyak.

Kepada anak yang sulung yang bertambah kaya, ibupun bertanya hal yang sama.Jawab anak sulung : Ini semua adalah karena saya mentaati pesan ayah. Karena ayah berpesan supaya saya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, maka saya tidak menghutangkan sehingga dengan demikian modal tidak susut. Juga ayah berpesan agar supaya jika saya berangkat ke toko atau pulang dari toko tidak boleh terkena sinar matahari, maka saya berangkat ke toko sebelum matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Akibatnya toko saya buka sebelum toko lain buka, dan tutup jauh sesudah toko yang lain tutup. Sehingga karena kebiasaan itu, orang menjadi tahu dan tokoku menjadi laris ,karena mempunyai jam kerja lebih lama.

Bagaimana dengan anda?

Kisah diatas menunjukkan bagaimana sebuah kalimat di tanggapi dengan presepsi yang berbeda jika kita melihat dengan positif attitude maka segala kesulitan sebenarnya adalah sebuah perjalanan membuat kita sukses tetapi kita bisa juga terhanyut dengan adanya kesulitan karena rutinitas kita ..pilihan ada di tangan anda.

"Berusaha melakukan hal biasa yang dikerjakan dengan cara yang luar biasa."

Tuesday, 26 June 2007

DONT EAT TOO MUCH RICE

The human body was never meant to consume rice! You see, our genes havehardly changed in more than 30,000 years. However, our food choices andlifestyle have changed dramatically. The caveman would hardly recognize our food or way of life.
Caveman food was never cooked as fire was not yet tamed. Thus, he ate onlythose foods that you can eat without treatment with or by fire. He atefruits, vegetables, fish (sushi anyone?), eggs, nuts and meat. Yes, even meat. You can even eat meat raw if you were starving in the forest. Youhave the necessary enzymes to digest meat.
However, rice, like wheat and corn, cannot be eaten raw. It must be cooked.Even if you were starving in the desert, you cannot eat rice in the raw form. This is because we do not have the system of enzymes to break ricedown. You were never meant to eat rice. To make matters worse, you not onlyeat rice, but also make it the bulk of your food.
In some parts of Asia , rice forms up to 85% of the plate. Even if you take rice, keep it to a minimum. Remember, it is only for your tongue - not yourbody. Actually, rice and other grains like wheat and corn are actuallyworse than sugar. There are many reasons:
Rice becomes sugar - lots of it This is a fact that no nutritionist can deny: rice is chemically nodifferent from sugar. One bowl of cooked rice is the caloric equal of 10teaspoons of sugar. This does not matter whether it is white, brown or herbal rice. Brown rice is richer in fibre, some B vitamins and mineralsbut it is still the caloric equal of 10 teaspoons of sugar. To get the same10 teaspoons of sugar, you need to consume lots of kangkong - 10 bowls of it.
Rice is digested to become sugar. Rice cannot be digested before it is thoroughly cooked.
However, whenthoroughly cooked, it becomes sugar and spikes circulating blood sugarwithin half an hour - almost as quickly as it would if you took a sugar candy. Rice is very low in the 'rainbow of anti-oxidants'
This complete anti-oxidant rainbow is necessary for the effective and safeutilisation of sugar. Fruits come with a sugar called fructose. However, they are not empty calories as the fruit is packed with a whole host ofother nutrients that help its proper assimilation and digestion.
Rice has no fibre.The fibre of the kangkong fills you up long before your blood sugar spikes. This is because the fibre bulks and fills up your stomach. Since white ricehas no fibre, you end up eating lots of 'calorie dense' food before you getfilled up. Brown rice has more fibre but still the same amount of sugar.
Rice is tasteless -Sugar is sweet.
There is only so much that you can eat at one sitting. Howmany teaspoons of sugar can you eat before you feel like throwing up? Couldyou imagine eating 10 teaspoons of sugar in one seating?
Rice is always the main part of the meal - While sugar may fill yourdessert or sweeten your coffee, it will never be the main part of any meal.You could eat maybe two to three teaspoons of sugar at one meal. However, you could easily eat the equal value of two to three bowls (20 - 30teaspoons) of sugar in one meal. I am always amused when I see someone eatsometimes five bowls of rice (equals 50 teaspoons of sugar) and then asks for tea tarik kurang manis!
There is no real 'built in' mechanism for us to prevent overeating of rice.
How much kangkong can you eat? How much fried chicken can you eat? How muchsteamed fish can you eat? Think about that! In one seating, you cannot take lots of chicken, fish or cucumber, but you can take lots of rice. Eatingrice causes you to eat more salt.
As rice is tasteless, you tend to consume more salt - another villain whenit comes to high blood pressure. You tend to take more curry that has salt to help flavor rice. We also tend to consume more ketchup and soy saucewhich are also rich in salt.
Eating rice causes you to drink less water. The more rice you eat, the lesswater you will drink as there is no mechanism to prevent the overeating of rice. Rice, wheat and corn come hidden in our daily food. As rice istasteless, it tends to end up in other foods that substitute rice like riceflour, noodles and bread. We tend to eat the hidden forms which still get digested into sugar. Rice, even when cooked, is difficult to digest
Can't eat raw rice? Try eating rice half cooked. Contrary to popularbelief, rice is very difficult to digest. It is 'heavy stuff'. If you have problems with digestion, try skipping rice for a few days. You will beamazed at how the problem will just go away.
Rice prevents the absorption of several vitamins and minerals. Rice whentaken in bulk will reduce the absorption of vital nutrients like zinc, iron and the B vitamins.
Are you a rice addict? Going rice-less may not be easy but you can gorice-less. Eating less rice could be lot easier than you think. Here aresome strategies that you can pursue in your quest to eat less rice:
Eat less rice - Cut your rice by half.Barry Sears, author of the Zone Diet, advises 'eating rice like spice'.
Instead, increase your fruits and vegetables.
Take more lean meats and fish.
You can even take more eggs and nuts.
Have 'riceless' meals. Take no rice or wheat at say, breakfast.
Go for eggsinstead.
Go on 'riceless' days - Go 'western' once a week.
Take no rice and breads for one day every week.That can't be too difficult.
Appreciate the richness of your food.
Go fortaste, colors and smells.
Make eating a culinary delight. Enjoy your foodin the original flavors.
Avoid the salt shaker or ketchup. You will automatically eat less rice.
Eat your fruit dessert before (Yes! No printing error) your meals.
The fibre rich fruits will 'bulk up' in your stomach. Thus, you will eat less rice and more fruits

BIAYA SILUMAN UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH




BIAYA SILUMAN
UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH
Oleh : Tikky Suwantikno Sutjiaputra
(Pemerhati dan Praktisi Pendidikan)

Kontroversi pelaksanaan UAN dan Ujian Sekolah selama ini lebih menyorot tentang kewenangan penentuan kelulusan antara pemerintah dan guru di sekolah. Pemerintah menganggap perlu adanya standrarisasi mutu pendidikan di negeri ini dan di satu pihak sekolah merasa bahwa yang paling tahu tentang perkembangan peserta didik adalah guru itu sendiri, apalagi dengan adanya penyempurnaan kurikulum yang ada saat ini, yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bahwa gurulah yang menyusun kurikulumn sehingga seharusnya guru yang berhak mengujinya.
Namun demikian di tengah kontroversi mengenai kewenangan dan hak menguji dan menentukan kelulusan itu ada satu hal lagi yang luput dari sorotan masyarakat, baik orang tua, siswa dan para pendidik itu sendiri, yaitu mengenai biaya ujian itu sendiri.

Pemerintah sudah mengalokasi dana bagi penyelenggaraan Ujian Nasional melalui APBN dan APBD, namun pemerintah tidak mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan ujian sekolah. Celakanya lagi sekalipun dana yang diterima oleh sekolah utuh dari pemerintah (pada prakteknya tidak utuh lagi karena berbagai pungutan di luar ketentuan tanpa tanda terima) sekolah mengganggap bahwa dana yang dianggarkan oleh pemerintah tidak mencukupi. sehingga sekolah menuntut kepada orang tua siswa untuk ikut menanggung biaya ujian, baik ujian nasional maupun ujian sekolah.


Kalau kita perhatikan komponen biaya ujian, baik ujian nasional maupun ujian sekolah, terdapat biaya antara lain :
Pada tingkat persiapan ujian : biaya pembuatan soal, biaya pengetikan soal, dan biaya foto copy atau pencetakan soal, biaya pembuatan kartu peserta ujian, setoran biaya untuk rayon.
Pada pelaksanaan ujian :biaya honor guru yang mengawas ujian, konsumsi guru selama ujian berlangsung, transport guru yang mengawas (baik yang mengawas silang di tempat lain, maupun yang tetap berada di sekolah), transport pengawas dari depdiknas, tim independent dan atau petugas lainnya.
Pada akhir pelaksanaan ujian : biaya honor guru mengoreksi jawaban ujian siswa, biaya verifikasi nilai, biaya pembelian form ijasah / STTB, biaya honor petugas penulis ijasah, biaya pengumuman hasil ujian, biaya fotocopy legalisir ijasah, biaya honor kepala sekolah menandatangani ijasah, biaya pelaporan ujian, dan sebagainya.

Kalau kita mencermati biaya-biaya pelaksanaan ujian tersebut, patut dahi kita berkerut, karena disana kita dapati beberapa komponen biaya yang menurut kacamata pendidikan tidak sesuai peruntukannya.
Lihatlah biaya pembuatan soal, biaya pengetikan soal, biaya honor mengawas ujian, biaya koreksi jawaban ujian, biaya verifikasi nilai, transport mengawas, konsumsi guru selama ujian berlangsung, Pertanyaannya apakah pembuatan soal, koreksi dan menuliskan nilai bukan merupakah tugas utama guru? Mengapa guru harus dibayar lagi untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan?
Yang mengherankan lagi adalah biaya tanda tangan ijasah dan biaya tanda tangan legalisir ijasah untuk kepala sekolah. Apakah memang harus diberikan honor kepada kepala sekolah untuk penandatangan ijasah?

Yang lebih mengejutkan lagi ternyata adanya biaya setoran kepada rayon atau musyawarah kepala sekolah dengan rincian sebagai biaya operasional pelaksanaan ujian yang dibebankan kepada setiap siswa yang besarnya setiap daerah berbeda-beda, tergantung kesepakatan para kepala sekolah. Operasional apa?

Dan yang paling mengejutkan adalah biaya transport pengawas dan atau petugas yang datang ke sekolah untuk memonitor pelaksanaan ujian, bukankah mereka yang ditugaskan ke sekolah-sekolah untuk memonitor pelaksanaan ujian sudah diberikan surat tugas oleh instansi terkait dan sekaligus diberikan biaya transportnya. Kalaupun tidak diberikan biaya transport oleh instansinya, apakah sudah seharusnya dibebankan kepada sekolah (baca = siswa)?

Yang masih dapat diterima oleh akal sehat dari biaya ujian adalah, biaya pembuatan kartu pengenal peserta ujian, biaya cetak / foto copy soal ujian, biaya bahan ujian praktek (kalau ada), biaya alat tulis kantor, amplop soal, dan biaya administrasi sekretariat lainnya. Inipun sebenarnya patut dipertanyaakan, karena biaya-biaya tersebut seharusnya sudah dapat dianggarkan ke dalam biaya pendidikan yang diajukan kepada pemerintah atau yayasan bagi sekolah swasta.

Tidak semua sekolah memberlakukan kebijakan seperti penulis ungkapkan, masih ada sekolah yang menempatkan filosofi seorang guru pada tempatnya, dimana tugas seorang guru itu harus tuntas sampai kepada evaluasi.
Sangat mengerikan dunia pendidikan kita dimasa depan apabila hal seperti penulis ungkapkan tidak segera dibenahi, Ujian Nasional dan Ujian Sekolah bias menjadi embrio bagi perilaku korupsi.
Marilah kita kembali kepada pemahaman filosofi yang benar bagi seorang guru dalam pelaksanaan ujian sekolah, sehingga tidak perlu lagi ada biaya-biaya siluman yang tidak seharusnya dibebankan kepada siswa dan orang tua.